Judul Buku: Radikalisme Sekte Wahabiyah
Penulis: Syekh Fathi al Misri al Azhari
Penerjemah: Asyhari Masduqi
Penerbit: Pustaka Asy’ari
Cetakan: I, 2011
Tebal: 236 halaman
Harga: Rp. 35.000,- (STOK KOSONG)
Pemesanan : 0858 5067 7244 (WA)
Resensi:
Tunas Radikalisme dari Najd
“Dari ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ya Allah,
berkahilah Syam dan Yaman bagi kami.“ Mereka memohon: “Najd kami lagi wahai
Rasulullah, doakan berkah.” beliau menjawab: “Ya Allah berkahilah Syam dan
Yaman bagi kami.” mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan
berkah.” Beliau menjawab: Di Najd itu tempatnya segala kegoncangan dan berbagai
macam fitnah. Dan disana akan lahir generasi pengikut syetan.”
Hadit shahih ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (979), al-Turmudzi
(3888) dan ahmad (5715). Menurut para ulama seperti al-Imam al-Sayyid Ahmad
Zaini Dahlan, Al-Hafidz Al-Ghummari, al-Hafidz al-‘Abdari dan lain-lain, maksud
dari generasi pengikut syetan adalah yang akan lahir di Najd dalam hadits
tersebut adalah kelompok Wahabi.
Karena sangat pentingnya untuk mewaspadai hal tersebut, maka
akan timbul pertanyaan, siapakah kelompok Wahabi itu sebenarnya? serta amaliyah-
amaliyah seperti apa yang mereka lakukan sehingga Nabi mengatakan bahwa mereka
adalah generasi pengikut syetan? Disini akan diuraikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
yang sangat fundamental tersebut.
Pelopor kelompok ini adalah Muhammad bin Abdul Wahab. Oleh
karena itu para ulama mengatakan paham/sekte ini dengan sebutan Wahabiyah, dinisbatkan
kepada ayahnya yaitu Abdul Wahab. Walaupun secara nomenklatur penamaannya
sebenarnya salah, karena pembangun pertama asas gerakan ini adalah Muhammad, bukan
Abdul Wahab. Namun bukan merupakan esensi mengenai permasalahan ini.
Muhammad bin Abdul Wahab berasal dari kabilah bani Tamim, lahir
tahun 1115 H, dan wafat 1206 H. menurut buku Kasyfus Syubahat yang ditulis oleh
cucunya, yaitu Abdul Lathif bin Ibrahim Ali Syekh bahwa Muhammda bin Abdul
Wahab lahir di suatu desa yang bernama “ainiyah”.
Pada awalnya dia belajar di Makkah dan Madinah, diantara
gurunya adalah Syekh Muhammad Sulaiman Al Kurdi, Syekh Abdul Wahab (ayahnya
sendiri), dan kakaknya Sulaiman bin Abdul Wahab. Namun sungguhpun demikian, walaupun
semua gurunya berfaham ahlusunnah wal jama’ah, akan tetapi Muhammad bin abdul
Wahab ini mengajarkan ajaran baru yang nyleneh dan tidak sesuai dengan
kebanyakan para ulama.
Mula-mula pada saat dia di Madinah melihat amalan-amalan/ibadat-ibadat
orang Islam dihadapan makam Nabi yang berlainan dengan syari’at Islam, menurut
kacamatanya. Kemudian pindah ke Basra dan menyiarkan fatwanya yang ganjil-ganjil
tetapi dia segera diusir oleh penguasa dan dikeluarkan dari kota Basrah.
Kemudian ia menyampaikan fatwanya yang lagi-lagi sangat
ganjil di negerinya sendiri yaitu ‘ainiyah. Tetapi Raja di negeri itu yang
namanya Utsman bin Ahmad bin Ma’mar yang mulanya menolong tetapi setelah
mendengar fatwa-fatwanya lalu mengusir dan berusaha membunuhnya. Kemudian ia
pindah ke Dur’iyah yang rajanya bernama Muhammad bin Sa’ud. Di daerah ini
Muhammad bin Abdul Wahab didukung sepenuhnya oleh penguasa negeri tersebut, sehingga
bersatulah antara ulama dan penguasa yang akhirnya bergabunglah antara paham
agama dengan raja.
Karena didukung oleh
kekuasaan Raja, maka Muhammad bin Abdul Wahab sanagt leluasa menfatwakan faham-fahamnya
tersebut, bahkan pengikutnya semakin bertambah. Biasanya dia menfatwakan orang-orang
di Makkah itu banyak yang kafir, karena mereka berdo’a dengan bertawasul
dihadapan makan Nabi, membolehkan berkunjung jauh menziarahi makam Nabi, memuji-muji
Nabi dengan membaca sholawat burdah, dalailul khairat yang dianggap berlebih-lebihan
memuji Nabi, membaca kisah-kisah maulid Barzanji dan akhirnya mereka dikafirkan
karena tidak mau mengikuti Muhammad bin Abdul Wahab.
Didalam buku yang berjudul Radikalisme Sekte Wahabiyah ini
penulis banyak mengurai pendapat-pendapat mereka yang terkesan berani dan
ekstrem, antara lain: mengingkari kenabian Adam, Syits, dan Idris, mengkafirkan
Hawa, mengatakan alam azali, neraka fana’, menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya,
mengatakan Allah jism, menisbatkan anggota badan, duduk dan sifat-sifat makhluk
kepada Allah. (hal 15).
Faham-faham Wahabi yang bisa kita lihat pada saat sekarang
adalah dengan cara mengetahui amalan-amalannya antara lain yang ditulis dalam
buku ini adalah: mengharamkan berdo’a berjama’ah, mengharamkan adzan kedua pada
sholat Jum’at, mengharamkan sholat sunnah qobliyah Jum’at, mengharamkan
berjabat tangan setelah selesai sholat berjam;ah, haram beristigotsah, tawasul,
tahlilan dan lain sebagainya.
Bahkan, untuk membongkar kesesatan faham ini ke akar-akarnya,
penulis memaparkan bagaimana afiliasi Muhammad bin Abdul Wahab serta ulama-ulama
Wahabiyah yang lain (Ibnu Baz, Al Albani dll) dengan Yahudi, bahkan kesamaan
antara paham Wahabi dengan faham Yahudi sekalipun diulas dalam buku ini.
Penisbatan radikalisme dalam kubu gerakan ini dikarenakan
barang siapa yang tidak sesuai atau ikut dalam kelompoknya, maka halal darahnya
untuk dibunuh karena sudah berstatus kafir. Salah satu contohnya adalah seperti
yang dikutip dalam buku ini dalam koran As-Safar Sabtu 30 Mei 2001 (h.11) Muhammad
Hasanin merilis isi sebuah dokumen yang mengatakan bahwa salah seorang pembesar
Wahabiyah mengatakan: “Tidak seyogyanya ada peperangan antara orang-orang
pilihan Islam (Wahabi) kecuali melawan orang-orang musyrik dan kafir, orang
kafir yang musyrik pertama kali adalah orang-orang Turki Usmaniyah dan juga
keturunan Bani Hasyim dan ringkasnya seluruh pengikut Nabi Muhammd selain
kelompok Wahabi.”
Tiada gading yang tak retak, inilah istilah bagi setiap
sesuatu pasti memiliki kekurangan, termasuk dalam buku ini. Antara lain adalah
dalam pedoman penulisan karya ilmiah memang buku ini kurang begitu
memperhatikan. footnote yang menjadi suatu keharusan untuk memperlihatkan
validitas suatu karya terkesan diabaikan pada bagian-bagian akhir dalam buku
ini. Padahal dalam bagian yang tanpa catatan kaki ini merupakan komponen
krusial yang merupakan esesnsi ditulisnya buku ini. Serta peredaran buku yang
memang kebutuhan ummat ini dirasa sangat minim, dikarenakan peresensi sendiri
mendapatkannya pada saat pelatihan ahlusunnah wal jama’ah bukan dengan cara
membeli di toko buku.
Namun secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dibaca
oleh ummat Islam secara keseluruhan dan semua kalangan, karena dapat
membentengi diri sekaligus mewaspadai faham-faham Wahabiyah yang dewasa ini
kian menunjukkan geliatnya.
Peresensi: Winarto Eka Wahyudi (Koordinator ASWAJA Center
IPNU IAIN Sunan Ampel Surabaya). Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar