Text

Mitra Bacaan Alternatif bagi Anda untuk Menambah Wawasan tentang Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah.
Penerbit Khalista adalah satu-satunya penerbit yang konsen dengan tema Ke-ASWAJA-an.
Contact Person: 085850677244 ( WA ).
Melayani Grosir dan Eceran.

Rabu, 04 Mei 2011

Radikalisme Sekte Wahabiyah

Judul Buku: Radikalisme Sekte Wahabiyah
Penulis: Syekh Fathi al Misri al Azhari
Penerjemah: Asyhari Masduqi
Penerbit: Pustaka Asy’ari
Cetakan: I, 2011
Tebal: 236 halaman
Harga: Rp. 35.000,- (STOK KOSONG)
Pemesanan : 0858 5067 7244 (WA)

Resensi:

Tunas Radikalisme dari Najd

“Dari ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman bagi kami.“ Mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan berkah.” beliau menjawab: “Ya Allah berkahilah Syam dan Yaman bagi kami.” mereka memohon: “Najd kami lagi wahai Rasulullah, doakan berkah.” Beliau menjawab: Di Najd itu tempatnya segala kegoncangan dan berbagai macam fitnah. Dan disana akan lahir generasi pengikut syetan.”

Hadit shahih ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (979), al-Turmudzi (3888) dan ahmad (5715). Menurut para ulama seperti al-Imam al-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Al-Hafidz Al-Ghummari, al-Hafidz al-‘Abdari dan lain-lain, maksud dari generasi pengikut syetan adalah yang akan lahir di Najd dalam hadits tersebut adalah kelompok Wahabi.

Karena sangat pentingnya untuk mewaspadai hal tersebut, maka akan timbul pertanyaan, siapakah kelompok Wahabi itu sebenarnya? serta amaliyah- amaliyah seperti apa yang mereka lakukan sehingga Nabi mengatakan bahwa mereka adalah generasi pengikut syetan? Disini akan diuraikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sangat fundamental tersebut.

Pelopor kelompok ini adalah Muhammad bin Abdul Wahab. Oleh karena itu para ulama mengatakan paham/sekte ini dengan sebutan Wahabiyah, dinisbatkan kepada ayahnya yaitu Abdul Wahab. Walaupun secara nomenklatur penamaannya sebenarnya salah, karena pembangun pertama asas gerakan ini adalah Muhammad, bukan Abdul Wahab. Namun bukan merupakan esensi mengenai permasalahan ini.

Muhammad bin Abdul Wahab berasal dari kabilah bani Tamim, lahir tahun 1115 H, dan wafat 1206 H. menurut buku Kasyfus Syubahat yang ditulis oleh cucunya, yaitu Abdul Lathif bin Ibrahim Ali Syekh bahwa Muhammda bin Abdul Wahab lahir di suatu desa yang bernama “ainiyah”.

Pada awalnya dia belajar di Makkah dan Madinah, diantara gurunya adalah Syekh Muhammad Sulaiman Al Kurdi, Syekh Abdul Wahab (ayahnya sendiri), dan kakaknya Sulaiman bin Abdul Wahab. Namun sungguhpun demikian, walaupun semua gurunya berfaham ahlusunnah wal jama’ah, akan tetapi Muhammad bin abdul Wahab ini mengajarkan ajaran baru yang nyleneh dan tidak sesuai dengan kebanyakan para ulama.

Mula-mula pada saat dia di Madinah melihat amalan-amalan/ibadat-ibadat orang Islam dihadapan makam Nabi yang berlainan dengan syari’at Islam, menurut kacamatanya. Kemudian pindah ke Basra dan menyiarkan fatwanya yang ganjil-ganjil tetapi dia segera diusir oleh penguasa dan dikeluarkan dari kota Basrah.

Kemudian ia menyampaikan fatwanya yang lagi-lagi sangat ganjil di negerinya sendiri yaitu ‘ainiyah. Tetapi Raja di negeri itu yang namanya Utsman bin Ahmad bin Ma’mar yang mulanya menolong tetapi setelah mendengar fatwa-fatwanya lalu mengusir dan berusaha membunuhnya. Kemudian ia pindah ke Dur’iyah yang rajanya bernama Muhammad bin Sa’ud. Di daerah ini Muhammad bin Abdul Wahab didukung sepenuhnya oleh penguasa negeri tersebut, sehingga bersatulah antara ulama dan penguasa yang akhirnya bergabunglah antara paham agama dengan raja.

 Karena didukung oleh kekuasaan Raja, maka Muhammad bin Abdul Wahab sanagt leluasa menfatwakan faham-fahamnya tersebut, bahkan pengikutnya semakin bertambah. Biasanya dia menfatwakan orang-orang di Makkah itu banyak yang kafir, karena mereka berdo’a dengan bertawasul dihadapan makan Nabi, membolehkan berkunjung jauh menziarahi makam Nabi, memuji-muji Nabi dengan membaca sholawat burdah, dalailul khairat yang dianggap berlebih-lebihan memuji Nabi, membaca kisah-kisah maulid Barzanji dan akhirnya mereka dikafirkan karena tidak mau mengikuti Muhammad bin Abdul Wahab.

Didalam buku yang berjudul Radikalisme Sekte Wahabiyah ini penulis banyak mengurai pendapat-pendapat mereka yang terkesan berani dan ekstrem, antara lain: mengingkari kenabian Adam, Syits, dan Idris, mengkafirkan Hawa, mengatakan alam azali, neraka fana’, menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, mengatakan Allah jism, menisbatkan anggota badan, duduk dan sifat-sifat makhluk kepada Allah. (hal 15).

Faham-faham Wahabi yang bisa kita lihat pada saat sekarang adalah dengan cara mengetahui amalan-amalannya antara lain yang ditulis dalam buku ini adalah: mengharamkan berdo’a berjama’ah, mengharamkan adzan kedua pada sholat Jum’at, mengharamkan sholat sunnah qobliyah Jum’at, mengharamkan berjabat tangan setelah selesai sholat berjam;ah, haram beristigotsah, tawasul, tahlilan dan lain sebagainya.

Bahkan, untuk membongkar kesesatan faham ini ke akar-akarnya, penulis memaparkan bagaimana afiliasi Muhammad bin Abdul Wahab serta ulama-ulama Wahabiyah yang lain (Ibnu Baz, Al Albani dll) dengan Yahudi, bahkan kesamaan antara paham Wahabi dengan faham Yahudi sekalipun diulas dalam buku ini.

Penisbatan radikalisme dalam kubu gerakan ini dikarenakan barang siapa yang tidak sesuai atau ikut dalam kelompoknya, maka halal darahnya untuk dibunuh karena sudah berstatus kafir. Salah satu contohnya adalah seperti yang dikutip dalam buku ini dalam koran As-Safar Sabtu 30 Mei 2001 (h.11) Muhammad Hasanin merilis isi sebuah dokumen yang mengatakan bahwa salah seorang pembesar Wahabiyah mengatakan: “Tidak seyogyanya ada peperangan antara orang-orang pilihan Islam (Wahabi) kecuali melawan orang-orang musyrik dan kafir, orang kafir yang musyrik pertama kali adalah orang-orang Turki Usmaniyah dan juga keturunan Bani Hasyim dan ringkasnya seluruh pengikut Nabi Muhammd selain kelompok Wahabi.”

Tiada gading yang tak retak, inilah istilah bagi setiap sesuatu pasti memiliki kekurangan, termasuk dalam buku ini. Antara lain adalah dalam pedoman penulisan karya ilmiah memang buku ini kurang begitu memperhatikan. footnote yang menjadi suatu keharusan untuk memperlihatkan validitas suatu karya terkesan diabaikan pada bagian-bagian akhir dalam buku ini. Padahal dalam bagian yang tanpa catatan kaki ini merupakan komponen krusial yang merupakan esesnsi ditulisnya buku ini. Serta peredaran buku yang memang kebutuhan ummat ini dirasa sangat minim, dikarenakan peresensi sendiri mendapatkannya pada saat pelatihan ahlusunnah wal jama’ah bukan dengan cara membeli di toko buku.

Namun secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dibaca oleh ummat Islam secara keseluruhan dan semua kalangan, karena dapat membentengi diri sekaligus mewaspadai faham-faham Wahabiyah yang dewasa ini kian menunjukkan geliatnya.

Peresensi: Winarto Eka Wahyudi (Koordinator ASWAJA Center IPNU IAIN Sunan Ampel Surabaya). Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar