Judul Buku: Syaikhona Kholil Bangkalan; Penentu Berdirinya Nahdlatul
Ulama
Penulis : RKH. Fuad Amin Imron
Penerbit : Khalista & Penainsani
Tebal : 260 Hal
Harga : Rp. 50.000,-
Pemesanan : 0858 5067 7244 (WA)
Deskripsi
"Jika Muammil Qomar (2002) menyebut 3 nama ulama yang memiliki
peran penting dalam proses pendirian NU, yaitu KH Wahab Hasbullah sebagai
pencetus ide, KH Hasyim Asy'ari sebagai pemegang kunci, dan Syaikhona Muhammad
Kholil sebagai penentu berdirinya NU, dalam buku ini saya menambahkan satu
ulama lagi, yaitu, KH As'ad Syamsul Arifin. Peran Kiai As'ad dalam konteks ini
adalah penyampai isyarat langit dari Syaikhona Kholil, yang telah meneguhkan
sikap dan pandangan KH Hasyim Asy'ari untuk mendirikan NU." (RKH Fuad Amin
Imron, Penulis)
"Dalam prespektif spiritualitas, Syaikhona Kholil adalah tokoh
yang berperan secara langsung dalam pendirian organisasi para ulama pesantren.
Pesan spiritualitasnya yang disampaikan melalui KH As'ad Syamsul Arifin menjadi
faktor penentu bagi berdirinya NU. Dan pesan simbolik Syaikhona Kholil inilah
yang telah menepis keraguan, kegamangan dan kegelisahan Kiai Hasyim untuk
mendirikan NU. Keyakinan Kiai Hasyim terhadap pesan spiritual gurunya itu, lalu
diteruskan secara lahiriah kepada Kiai Wahab Hasbullah sebagai pembawa ide,
untuk ditindaklanjuti dalam sebuah permusyawaratan ulama di Surabaya, pada 31
Januari 1926 (16 Rajab 1344 H), setahun sebelum Syaikhona Kholil wafat.
Permusyawaratan para ulama tersebut melahirkan Komite Hijaz, yang kemudian
ditetapkan namanya menjadi Jam'iyah Nahdlatul Ulama." (Prof Dr KH Said
Aqil Siradj, MA, Ketua Umum PBNU)
"Isyarah Tongkat Musa dan Tasbih yang diberikan Syaikhona Kholil
kepada Kiai Hasyim Asy'ari melalui Kiai As'ad berhubungan dengan jam'iyah
sekaligus jamaah NU. Tongkat Musa adalah simbol komando atau kepemimpinan
(leadership), sementara Tasbih adalah simbol spiritualitas dan simbol budaya.
Kombinasi keduanya, diharapkan agar pemimpin NU memiliki pandangan, sikap dan
tindakan yang terjaga keseimbangannya antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi.
Muaranya adalah keteladanan (al-uswah), dimana pandangan, sikap dan tindakan
pemimpin NU harus dapat dijadikan teladan oleh jamaah." (Nico Ainul Yakin,
Editor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar